Kamis, 30 Juni 2016

makalah konflik organisasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi.
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, macam-macam konflik beserta contoh serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi
.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa saja hal-hal yang menjadi sumber konflik?
2.    Apa saja macam-macam konflik yang biasa terjadi di lingkungan organisasi?
3.    Apa saja penyebab terjadinya konflik dalam organisasi dan bagaimana cara manajemen konflik menanganinya?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Konflik dan Negosiasi
2.    Mengetahui yang menjadi sumber konflik dan macam-macam konflik yang biasa terjadi di lingkungan organisasi.
3.    Agar masyarakat mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik dan bagaimana menyikapi ketika konflik itu terjadi
4.    Untuk menambahkan wawasan atau pemahaman terhadap pentingnya cara menangani konflik yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan.
D.     Manfaat Penulisan
Untuk melatih penulis dalam menuangkan ide-ide, pokok pikiran dalam memecahkan masalah.  Dan memberikan pelatihan untuk program penulisan ilmiah di semester akhir yang mungkin akan lebih sulit dari ini.  Sedangkan manfaat bagi pembaca adalah agar pembaca lebih mengetahui penyebab dari konflik yang terjadi dalam berorganisasi. 
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN

A.   KAJIAN TEORITIS
1.    Konflik
Pengertian Konflik Organisasi
Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan konflik organisasi? Sesuai dengan pengertian dari organisasi itu sendiri yaitu sekelompok orang yang berkumpul dalam satu wadah untuk mencapai suatu tujuan tertentu, berarti yang dimaksud dengan konflik organisasi adalah adanya suatu masalah dalam suatu organisasi akibat dari perbedaan kesepakatan dalam suatu organisasi tersebut (Amalina, 2013)
Namun menurut Minnery (1985 dalam Amalina, 2013), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Robbin (1996 dalam Amalina, 2013) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Selain pengertian-pengertian konflik di atas, ada beberapa definisi mengenai konflik yang bisa jadi perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi.  Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi tersebut.
Konflik merupakan suatu interaksi diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan.
Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumberdaya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau mereka mempunyai status, tujuan, penelitian atau pandangan yang berbeda.  Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya.
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak.
Konflik adalah perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain, prosesnya dimulai jika suatu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya atau hanya jika ada kegiatan yang tidak cocok.
Diantara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status dan lain sebagainya.  Terlepas dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.
  
Pandangan Mengenai Konflik

            Menurut Robbin (1996, dalam Febrian 2001), Terdapat tiga pandangan mengenai konflik.  Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkomptensi dan menemukan solusi yang terbaik.  Pandangan itu adalah sebagai berikut :
Pandangan Tradisional (The Traditional View ).  Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk.  Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari.  Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View ).  Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi.  Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat  dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Pandangan Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.


Macam-macam Konflik

Berbicara mengenai macam macam konflik, maka konflik dibedakan dalam beberapa perspektif antara lain :
1.    Konflik intraindividu. Konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2.    Konflik antarindividu. Konflik yang terjadi antarindividu yang berada dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.
3.    Konflik Antarkelompok. Konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
4.    Konflik organisais. Konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional. Contoh konflik ini : konflik antara bagian pemasaran dengan bagian produksi.
Macam macam konflik ditinjau dari fungsinya, yaitu :

1.     Konflik Konstruktif merupakan konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2.     Konflik Destruktif ialah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan organisasi.
Macam macam konflik ditinjau dari segi instansionalnya, yaitu :

1.    Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang keinginan dan kebutuhan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kepentingan dan kebutuhan organisasi. Hal ini yang bisa memunculkan konflik.
2.    Konflik peranan dengan peranan. Misalnya setiap karyawan organisasi yang memiliki peran berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan suatu konflik, karena setiap individu tersebut berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
3.    Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik ini seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya karena latar belakang, pola pikir, pola tindak, minat, kepribadian, persepsi dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara hubungan yang satu dengan yang lain.
Macam macam konflik ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber konflik, yaitu :
1.    Konflik tujuan. Adanya perbedaan tujuan antarindividu, organisasi atau kelompok dapat memunculkan konflik.
2.    Konflik peranan. Setiap manusia memiliki peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan ini seringkali memunculkan konflik.
3.    Konflik nilai. Nilai yang dianut seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut organisasi atau kelompok. Hal ini juga dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4.    Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi.

Macam macam konflik menurut Mastenbroek, yaitu :
1.    Instrumen Conflicts adalah Konflik yang terjadi karena adanya ketidaksepahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2.    Socio-emotional Conflicts yaitu konflik yang berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, prasangka, kepercayaan, citra diri, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
3.    Negotiating Conflicts atau konflik negosiasi ialah ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik antara individu dengan individu maupun kelompok dengan kelompok.
4.    Power and Dependency Conflicys adalah konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis (Sopiah, 2008)

2.    Teori Penyelesaian Konflik

Menurut Bengkayang (2015), Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a.    Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b.    Keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional.
c.    Belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain.
d.    Mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e.    Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f.     Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g.    Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h.    Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i.      Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j.      Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik
Ditambahkan oleh Dermawan (2015), Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
1.    Metode pengurangan konflik. Salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
2.    Metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
a.    Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
b.    Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
c.    Penyelesaian secara integrative
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bias dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
1.    Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini sebetulnya hanya bias kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2.    Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak.  Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3.    Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan member kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4.    Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama.  Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing- masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

B.   PEMBAHASAN

1.    Sumber Konflik

Terdapat beberapa hal yang umumnya melatar belakangi terjadinya konflik di lingkungan kerja, dalam hal ini di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar, diantaranya yaitu salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi.  Sering kali konflik yang terjadi di lingkungan kerja yaitu akibat salah paham dan salah pengertian antara pegawai satu dengan pegawai lainnya.    Hal ini sesuai dengan pendapat Smith, Mazzarella dan Piele (Sopiah, 2008) bahwa faktor penyebab konflik antara lain masalah komunikasi, merupakan salah satu faktor penyebab konflik, yang bisa terjadi pada masing-masing atau gabungan dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan saluran.
Ditambahkan oleh Dermawan (2015), Ada lima macam gaya komunikasi yang bisa memicu konflik.
1.    Komunikasi Negatif
Di dalam suatu organisasi  ada orang atau pihak tertentu yang 'secara alamiah' berperilaku seperti Tom and Jerry. Perilaku seperti ini cenderung melekat secara  konstan, karena sifatnya lebih menyerupai karakter diri dari pada penyakit yang harus disembuhkan. Apa yang pasti dari perilaku seperti ini, adalah efeknya yang buruk terhadap pihak lain. Karakter ini dapat menyedot dan menghabisi antusiasme, energi dan rasa percaya diri orang-orang sekitar. Apa yang dapat dilakukan dengan gejala ini, adalah mendorong orang yang bersangkutan untuk mengkonfrontir perilakunya sendiri. Dan ini, hanya dapat dilakukan jika orang-orang di sekitar bisa terlibat aktif dengan memberi masukan tentang perilaku dan karakter negatif itu. Orang yang berkarakter negatif, memiliki kecenderungan untuk mempersepsi segala sesuatu yang sampai di telinganya, apa yang bisa terlihat oleh matanya, sebagai bentuk-bentuk serangan.
2.    Komunikasi Blaming
Orang yang memiliki kecenderungan komunikasi blaming. Ia cenderung menyalahkan dan selalu menyalahkan orang-orang di sekitarnya.
3.      Komunikasi Superior
Komunikasi ini umumnya di miliki oleh seorang pemimpin atau atasan. Cara berkomunikasi ini dipenuhi dengan perintah,nasehat, dan pesan-pesan yang penuh moralitas. Semua itu memang diperlukan, akan tetapi jika setiap kalimat dan uraian yang keluar dari mulut melulu hanya tentang itu, maka kepekaan dari orang-orang sekitar akan menyusut jauh. Bahkan, komunikasi seperti ini akan membuat orang-orang di sekitar menjadi bosan. Mereka akan mengalami frustrasi, penolakan dan bahkan dalam tingkat tertentu akan memunculkan inspirasi untuk mensabotase. Komunikasi dengan pendekatan asertif (emosi dan personal), bisa sangat membantu keadaan seperti ini.  Cobalah untuk lebih asertif dan personal. Sering-seringlah mengobrol dengan bawahan.
4.      Komunikasi Tidak Jujur
Seringkali, ketidak jujuran dalam berkomunikasi akan menciptakan "kegagalan mendengar". Lebih dari itu, cara komunikasi ini akan menciptakan "kegagalan berempati". Ciri-cirinya, apa yang dikomunikasikan hanyalah berbagai hal di sekitar masalah, dan bukan masalah itu sendiri.  Ada juga ciri-ciri lain, akan tetapi bukan merupakan patokan utama, yaitu komunikatornya cenderung menggunakan kata-kata "Kita". Padahal, maksud "kita" di sana tidak lebih dan tidak kurang adalah dirinya sendiri. Ada kecenderungan, komunikator yang demikian secara sengaja tidak menindaklanjuti perilaku yang tidak profesional, atau perilaku yang dapat merusak tim kerja, padahal bisa ditindaklanjuti. Semuanya itu, jelas akan mengarah pada tidak berfungsinya tim kerja. Untuk membenahinya, diperlukan sebuah suasana yang terbuka, jujur, saling menghormati, berhenti saling menyalahkan, saling mengganggu, dan menyediakan akses bagi setiap orang. Jika Anda sering bekerja dengan menyendiri, waspadai gaya komunikasi ini.
5.      Komunikasi Selektif

Komunikatornya dalam hal ini, sering berasumsi tentang apa yang perlu diketahui oleh orang lain. Ia tidak berfokus pada apa yang secara obyektif memang perlu diketahui orang lain. Perilaku ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk tetap memegang kekuasaan, mempertahankan status quo.  Untuk membenahinya, diperlukan keterbukaan dan akses kepada setiap informasi yang penting. Contoh-contoh cerminan komunikasi yang dapat mensabotase tim:
1.    "Yang penting kerjaan saya beres." Sikap ini akan memperlemah kekuatan dan kerjasama tim.
2.    "Bukan saya yang salah kok." Ini juga tidak sehat, sebab sama dengan mengatakan "Yang salah orang lain."
Saling bergantung dalam menyelesaikan pekerjaan juga merupakan salah satu peyebab konflik di lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar.   Sebagai contoh kepala dinas telah membuat jadwal kerja bakti beserta pengawainya, tetapi bagian kepegawaian terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada para pegawai sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kegiatan tersebut.  Hal ini sesuai dengan pendapat Dermawan (2015), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan. Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain.
Selain itu perbedaan individu pegawai juga dapat menimbulkan konflik.  Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.  Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik di kantor, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pertemuan (rapat) bulanan Dinas, ada pegawai yang memperhatikan penjelasan pemateri sedangkan ada yang asik mengobrol.  Tentu perasaan setiap pegawai akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa biasa saja.
Selain hal-hal diatas, masih banyak faktor-faktor yang dapat memicu konflik di Dinas, diantaranya yaitu kurangnya kerja sama, tidak mentaati peraturan dan tata tertib kerja, masalah wewenang dan tanggung jawab serta adanya perbedaan tujuan dan perbedaan pendapat.  Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik, yaitu :
-       Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
-       Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
-       Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
-       Masalah wewenang dan tanggung jawab
-       Penafsiran berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
-       Kurangnya kerja sama
-       Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
-       Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
-       Pelecehan pribadi dan kedudukan
-       Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya
2.    Cara Penyelesaian Konflik
Ada beberapa cara untuk menangani konflik yang dapat diterapkan dalam lingkungan kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar yaitu :
1.      Introspeksi diri,
  1. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat,
  2. Identifikasi sumber konflik,
Spiegel (1994 dalam Amalina, 2013)  menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.

d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).

e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
  
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat diminimalisir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain.
 Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik. 
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akan diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

Saran
1.    Pimpinan sebuah organisasi seharusnya bisa mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anggota lainnya sehingga dengan begitu pimpinan secara langsung dapat mengetahui perkembangan yang terjadi dan tidak dilepas begitu saja.
2.    Jika salah seorang dalam organisasi melakukan kesalahan maka segera ditindak dan diarahkan untuk tidak melakukannya sampai terulang kembali.
3.    Pimpinan bisa memberikan solusi yang terbaik untuk organisasinya dengan memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik yang ada.
.

DAFTAR PUSTAKA

Amalina, DN.  2013.  Konflik Organisasihttps://diananuramalina.blogspot.co.id

Bengkayang, S.  2015.  Makalah Manajemen Konflik dalam Organisasi.  Google Cendekia

Dermawan, A. 2015.  Makalah Manajemen Konflik.  Google Cendekia

Febrian, A.  2011.  Penyebab Terjadinya Konflik dalam Organisasi dan mediatornyahttp://azhafizfebrian.blogspot.co.id


Sopiah.  2008.  Perilaku Organisasional.  CV. Andi Offset, Yogyakarta.