BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu
hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi
orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi,
maupun gaya yang berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua
konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik
dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik
dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak
yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam
organisasi.
Konflik dapat menjadi
masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan
tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan
berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik
sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, macam-macam konflik beserta contoh serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, macam-macam konflik beserta contoh serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi
.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja hal-hal yang menjadi sumber konflik?
2. Apa
saja macam-macam konflik yang biasa terjadi di lingkungan organisasi?
3. Apa
saja penyebab terjadinya konflik dalam organisasi dan bagaimana cara manajemen
konflik menanganinya?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen Konflik dan Negosiasi
2. Mengetahui
yang menjadi sumber konflik dan macam-macam konflik yang biasa terjadi di
lingkungan organisasi.
3. Agar
masyarakat mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik dan
bagaimana menyikapi ketika konflik itu terjadi
4. Untuk
menambahkan wawasan atau pemahaman terhadap pentingnya cara menangani konflik
yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan.
D.
Manfaat
Penulisan
Untuk
melatih penulis dalam menuangkan ide-ide, pokok pikiran dalam memecahkan
masalah. Dan memberikan pelatihan untuk
program penulisan ilmiah di semester akhir yang mungkin akan lebih sulit dari
ini. Sedangkan manfaat bagi pembaca
adalah agar pembaca lebih mengetahui penyebab dari konflik yang terjadi dalam
berorganisasi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
A.
KAJIAN
TEORITIS
1.
Konflik
Pengertian Konflik Organisasi
Konflik adalah pergesekan atau
friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana
masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap
menghalangi jalan untuk mencapai sasaran.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan
konflik organisasi? Sesuai dengan pengertian dari organisasi
itu sendiri yaitu sekelompok orang yang berkumpul dalam satu wadah untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, berarti yang dimaksud dengan konflik organisasi adalah
adanya suatu masalah dalam suatu organisasi akibat dari perbedaan kesepakatan
dalam suatu organisasi tersebut (Amalina, 2013)
Namun menurut Minnery (1985 dalam Amalina, 2013), konflik organisasi merupakan
interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan
saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Robbin (1996 dalam
Amalina, 2013) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan
bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik.
Selain pengertian-pengertian konflik di atas, ada beberapa
definisi mengenai konflik yang bisa jadi perbedaan ini disebabkan oleh
perbedaan pandangan dan setting dimana konflik terjadi. Dibawah ini bisa terlihat perbedaan definisi
tersebut.
Konflik merupakan suatu interaksi
diantara beberapa pihak yang berbeda dalam kepentingan, persepsi dan tujuan.
Konflik adalah perbedaan pendapat
antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus
membagi sumberdaya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau mereka mempunyai
status, tujuan, penelitian atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang
sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka
mengungguli yang lainnya.
Konflik merupakan sebuah situasi
dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi
mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak
mungkin dicapai oleh kedua belah pihak.
Konflik adalah perilaku anggota
organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain,
prosesnya dimulai jika suatu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi
atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya atau hanya jika
ada kegiatan yang tidak cocok.
Diantara definisi yang berbeda itu nampak
ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya
ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status dan lain
sebagainya. Terlepas dari faktor yang
melatarbelakangi terjadinya suatu konflik, gejala yang mengemuka dalam suatu
organisasi saat terjadi konflik adalah saat individu atau kelompok menunjukkan
sikap “bermusuhan” dengan individu atau kelompok lain yang berpengaruh terhadap
kinerja dalam melakukan aktivitas organisasi.
Pandangan
Mengenai Konflik
Menurut
Robbin (1996, dalam Febrian 2001), Terdapat
tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini
disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik
merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan
stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkomptensi dan menemukan
solusi yang terbaik. Pandangan itu
adalah sebagai berikut :
Pandangan
Tradisional (The Traditional View ). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik
itu buruk. Konflik dilihat sebagai
sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini,
konflik disinonimkan dengan istilah violence,
destruction, dan irrationality.
Pandangan
Hubungan Manusia (The Human Relations
View ).
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar
terjadi dalam semua kelompok dan organisasi.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus
diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi
peningkatan kinerja organisasi.
Pandangan
Interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi
bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi
statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri
(self-critical), dan kreatif.
Macam-macam
Konflik
Berbicara mengenai macam macam
konflik, maka konflik dibedakan dalam beberapa perspektif antara lain :
1. Konflik intraindividu. Konflik ini
dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan
ekspektasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2. Konflik antarindividu. Konflik yang
terjadi antarindividu yang berada dalam suatu kelompok atau antarindividu pada
kelompok yang berbeda.
3. Konflik Antarkelompok. Konflik yang
bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
4. Konflik organisais. Konflik yang
terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.
Contoh konflik ini : konflik antara bagian pemasaran dengan bagian produksi.
Macam macam konflik ditinjau dari fungsinya, yaitu :
1. Konflik Konstruktif merupakan
konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2. Konflik Destruktif ialah konflik
yang berdampak negatif bagi pengembangan organisasi.
Macam macam konflik ditinjau dari segi instansionalnya,
yaitu :
1. Konflik kebutuhan individu dengan
peran yang dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang keinginan dan kebutuhan
karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kepentingan dan kebutuhan
organisasi. Hal ini yang bisa memunculkan konflik.
2. Konflik peranan dengan peranan.
Misalnya setiap karyawan organisasi yang memiliki peran berbeda-beda dan ada
kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan suatu konflik,
karena setiap individu tersebut berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan
sebaik-baiknya.
3. Konflik individu dengan individu
lainnya. Konflik ini seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi
dengan individu lainnya karena latar belakang, pola pikir, pola tindak, minat,
kepribadian, persepsi dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara hubungan
yang satu dengan yang lain.
Macam
macam konflik ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber
konflik, yaitu :
1. Konflik tujuan. Adanya perbedaan
tujuan antarindividu, organisasi atau kelompok dapat memunculkan konflik.
2. Konflik peranan. Setiap manusia memiliki
peran lebih dari satu. Peran yang dimainkan ini seringkali memunculkan konflik.
3. Konflik nilai. Nilai yang dianut
seseorang seringkali tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut organisasi
atau kelompok. Hal ini juga dapat berpotensi untuk memunculkan konflik.
4. Konflik kebijakan. Konflik ini
muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan
yang ditetapkan organisasi.
Macam
macam konflik menurut Mastenbroek, yaitu :
1. Instrumen Conflicts adalah
Konflik yang terjadi karena adanya ketidaksepahaman antarkomponen dalam
organisasi dan proses pengoperasiannya.
2. Socio-emotional Conflicts yaitu konflik yang berkaitan dengan
identitas, kandungan emosi, prasangka, kepercayaan, citra diri, keterikatan,
identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem
nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
3. Negotiating Conflicts atau konflik negosiasi ialah
ketegangan-ketegangan yang dirasakan pada waktu proses negosiasi terjadi, baik
antara individu dengan individu maupun kelompok dengan kelompok.
4. Power and Dependency Conflicys adalah konflik kekuasaan dan
ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya
pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis (Sopiah, 2008)
2. Teori Penyelesaian Konflik
Menurut Bengkayang (2015), Upaya penanganan konflik
sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan
dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional
yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada
perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya
hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di
samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu
keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang
terlibat.
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat
perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar
kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua
belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan
penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik
dapat dilakukan dengan cara :
a. Pencairan,
yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. Keterbukaan,
pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi
dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional.
c. Belajar
empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga
didapatkan pengertian baru mengenai orang lain.
d. Mencari
tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari
tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan
alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan
persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi
berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian
hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan
tanggapan
g. Mencari
penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat
diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka
jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang
obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat
diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian
yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan
mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat
seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah
dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat
konflik
Ditambahkan
oleh Dermawan (2015), Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik
adalah :
1. Metode pengurangan konflik. Salah
satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih
dahulu (cooling thing down). Meskipun
demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya.
Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam
kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini
sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik.
2. Metode penyelesaian konflik. Cara
yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan
penyelesaian masalah secara integratif.
a. Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai
persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya,
dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi
yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan
kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan
dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan
keputusan dengan suara terbanyak (voting).
b. Kompromi
Melalui kompromi mencoba
menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang
berkonflik ( win-win solution ). Cara
ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam
dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang
maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi
pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian
yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak
yang saling bertentangan atau berkonflik
c. Penyelesaian secara integrative
Dengan menyelesaikan konflik secara
integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama
yang bias dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan
bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan
konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi
organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena
kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan
yang menimbulkan persoalan.
Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik
dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran
manajemen konflik:
1. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari
konflik)
Kuadran
ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan
masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat
untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik
tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu
menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain. Cara ini
sebetulnya hanya bias kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak
terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan
kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran
kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah.
Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa
dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak
yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga
terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat
tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi
kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang
membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak
berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang
ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan
pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang
lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan
akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan
suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul
antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan member
kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita
sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
4. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
Kuadran ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi
atau bekerja sama. Tujuan kita adalah
mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini
biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua
kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk
menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh .
Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing- masing pihak
memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha
dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.
B.
PEMBAHASAN
1.
Sumber Konflik
Terdapat
beberapa hal yang umumnya melatar belakangi terjadinya konflik di lingkungan
kerja, dalam hal ini di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar,
diantaranya yaitu salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi. Sering kali konflik yang terjadi di
lingkungan kerja yaitu akibat salah paham dan salah pengertian antara pegawai
satu dengan pegawai lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith, Mazzarella dan Piele (Sopiah, 2008) bahwa faktor penyebab
konflik antara lain masalah komunikasi, merupakan salah satu faktor
penyebab konflik, yang bisa terjadi pada masing-masing atau gabungan dari
unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan
saluran.
Ditambahkan oleh Dermawan (2015), Ada lima macam gaya
komunikasi yang bisa memicu konflik.
1. Komunikasi Negatif
Di
dalam suatu organisasi ada orang atau
pihak tertentu yang 'secara alamiah' berperilaku seperti Tom and Jerry.
Perilaku seperti ini cenderung melekat secara
konstan, karena sifatnya lebih menyerupai karakter diri dari pada
penyakit yang harus disembuhkan. Apa yang pasti dari perilaku seperti ini,
adalah efeknya yang buruk terhadap pihak lain. Karakter ini dapat menyedot dan
menghabisi antusiasme, energi dan rasa percaya diri orang-orang sekitar. Apa
yang dapat dilakukan dengan gejala ini, adalah mendorong orang yang
bersangkutan untuk mengkonfrontir perilakunya sendiri. Dan ini, hanya dapat
dilakukan jika orang-orang di sekitar bisa terlibat aktif dengan memberi
masukan tentang perilaku dan karakter negatif itu. Orang yang berkarakter
negatif, memiliki kecenderungan untuk mempersepsi segala sesuatu yang sampai di
telinganya, apa yang bisa terlihat oleh matanya, sebagai bentuk-bentuk serangan.
2. Komunikasi Blaming
Orang
yang memiliki kecenderungan komunikasi blaming. Ia cenderung menyalahkan dan
selalu menyalahkan orang-orang di sekitarnya.
3. Komunikasi Superior
Komunikasi
ini umumnya di miliki oleh seorang pemimpin atau atasan. Cara berkomunikasi ini
dipenuhi dengan perintah,nasehat, dan pesan-pesan yang penuh moralitas. Semua
itu memang diperlukan, akan tetapi jika setiap kalimat dan uraian yang keluar
dari mulut melulu hanya tentang itu, maka kepekaan dari orang-orang sekitar akan
menyusut jauh. Bahkan, komunikasi seperti ini akan membuat orang-orang di
sekitar menjadi bosan. Mereka akan mengalami frustrasi, penolakan dan bahkan
dalam tingkat tertentu akan memunculkan inspirasi untuk mensabotase. Komunikasi
dengan pendekatan asertif (emosi dan personal), bisa sangat membantu keadaan
seperti ini. Cobalah untuk lebih asertif
dan personal. Sering-seringlah mengobrol dengan bawahan.
4. Komunikasi Tidak Jujur
Seringkali,
ketidak jujuran dalam berkomunikasi akan menciptakan "kegagalan mendengar".
Lebih dari itu, cara komunikasi ini akan menciptakan "kegagalan berempati".
Ciri-cirinya, apa yang dikomunikasikan hanyalah berbagai hal di sekitar masalah,
dan bukan masalah itu sendiri. Ada juga
ciri-ciri lain, akan tetapi bukan merupakan patokan utama, yaitu komunikatornya
cenderung menggunakan kata-kata "Kita". Padahal, maksud
"kita" di sana tidak lebih dan tidak kurang adalah dirinya sendiri. Ada
kecenderungan, komunikator yang demikian secara sengaja tidak menindaklanjuti
perilaku yang tidak profesional, atau perilaku yang dapat merusak tim kerja,
padahal bisa ditindaklanjuti. Semuanya itu, jelas akan mengarah pada tidak berfungsinya
tim kerja. Untuk membenahinya, diperlukan sebuah suasana yang terbuka, jujur,
saling menghormati, berhenti saling menyalahkan, saling mengganggu, dan
menyediakan akses bagi setiap orang. Jika Anda sering bekerja dengan
menyendiri, waspadai gaya komunikasi ini.
5.
Komunikasi
Selektif
Komunikatornya
dalam hal ini, sering berasumsi tentang apa yang perlu diketahui oleh orang
lain. Ia tidak berfokus pada apa yang secara obyektif memang perlu diketahui orang
lain. Perilaku ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk tetap memegang
kekuasaan, mempertahankan status quo. Untuk
membenahinya, diperlukan keterbukaan dan akses kepada setiap informasi yang
penting. Contoh-contoh cerminan komunikasi yang dapat mensabotase tim:
1. "Yang penting kerjaan saya
beres." Sikap ini akan memperlemah kekuatan dan kerjasama tim.
2. "Bukan saya yang salah
kok." Ini juga tidak sehat, sebab sama dengan mengatakan "Yang salah
orang lain."
Saling bergantung dalam menyelesaikan pekerjaan juga
merupakan salah satu peyebab konflik di lingkup Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Takalar. Sebagai contoh
kepala dinas telah membuat jadwal kerja bakti beserta pengawainya, tetapi
bagian kepegawaian terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada para pegawai
sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Dermawan
(2015), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya
konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah Saling ketergantungan dalam
menjalankan pekerjaan. Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang
saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan
pihak lain.
Selain itu perbedaan individu pegawai juga dapat menimbulkan
konflik. Perbedaan individu, yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik di kantor, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pertemuan (rapat) bulanan Dinas, ada pegawai yang memperhatikan penjelasan pemateri sedangkan ada yang asik mengobrol. Tentu perasaan setiap pegawai akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa biasa saja.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik di kantor, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pertemuan (rapat) bulanan Dinas, ada pegawai yang memperhatikan penjelasan pemateri sedangkan ada yang asik mengobrol. Tentu perasaan setiap pegawai akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa biasa saja.
Selain hal-hal diatas, masih banyak
faktor-faktor yang dapat memicu konflik di Dinas, diantaranya yaitu kurangnya
kerja sama, tidak mentaati peraturan dan tata tertib kerja, masalah wewenang
dan tanggung jawab serta adanya perbedaan tujuan dan perbedaan pendapat. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh
penyebab munculnya konflik, yaitu :
- Salah pengertian atau salah paham
karena kegagalan komunikasi
- Perbedaan tujuan kerja karena
perbedaan nilai hidup yang dipegang
- Rebutan dan persaingan dalam hal yang
terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
- Masalah wewenang dan tanggung jawab
- Penafsiran berbeda atas satu hal,
perkara dan peristiwa yang sama
- Kurangnya kerja sama
- Tidak mentaati tata tertib dan
peraturan kerja yang ada
- Ada usaha untuk menguasai dan
merugikan
- Pelecehan pribadi dan kedudukan
- Perubahan dalam sasaran dan prosedur
kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan
darinya
2.
Cara
Penyelesaian Konflik
Ada beberapa cara untuk menangani konflik yang dapat
diterapkan dalam lingkungan kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Takalar yaitu :
1. Introspeksi diri,
- Mengevaluasi pihak-pihak yang
terlibat,
- Identifikasi sumber konflik,
Spiegel (1994 dalam Amalina, 2013) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita
lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya
perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi
disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan,
dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
b. Menghindari
konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari
dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi
disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,
ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki
hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik
itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika
kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa
bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang
utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
e.
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari
masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan
dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi
tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat diminimalisir. Konflik dalam
organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu
pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain.
Tidak
semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan
baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan,
sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi
secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Konflik dapat terjadi dalam organisasi
apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan dalam organisasi harus mampu
mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara baik agar tujuan
organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya
konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu
konflik. Manajer atau pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta
memilih strategi pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi
tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka
akan diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan
selalu terus terjadi dalam organisasi.
Saran
1. Pimpinan
sebuah organisasi seharusnya bisa mengontrol apa saja yang dilakukan oleh
anggota lainnya sehingga dengan begitu pimpinan secara langsung dapat
mengetahui perkembangan yang terjadi dan tidak dilepas begitu saja.
2. Jika
salah seorang dalam organisasi melakukan kesalahan maka segera ditindak dan
diarahkan untuk tidak melakukannya sampai terulang kembali.
3. Pimpinan
bisa memberikan solusi yang terbaik untuk organisasinya dengan memilih strategi
pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik
yang ada.
.
DAFTAR PUSTAKA
Bengkayang, S. 2015. Makalah Manajemen Konflik dalam Organisasi. Google Cendekia
Dermawan, A. 2015. Makalah
Manajemen Konflik. Google Cendekia
Febrian, A. 2011. Penyebab Terjadinya Konflik dalam
Organisasi dan mediatornya. http://azhafizfebrian.blogspot.co.id
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. CV. Andi Offset, Yogyakarta.